Ahlan wa sahlan Immawan dan Immawati

Selamat datang di rumah kami, IMM Komisariat Pelopor UIN Malang. semoga bisa menikmati sajian yang ada. Fastabiqul Khairot.

Home » » KORUPSI sebagai hedonisme terhadap bangsa

KORUPSI sebagai hedonisme terhadap bangsa

Written By IMM Komisariat Pelopor UIN Maliki Malang on Kamis, 08 Maret 2012 | 15.55

Dalam tatanan sebuah negara dibutuhkan peran seseorang yang mampu memimpin dan mengatur negaranya agar maju dan berkembang. Jauh dari keterpurukan akibat kebobrokan sistem pemerintahan yang mengharuskan rakyatnya menjadi menderita. Banyak rakyat di sebuah Negara yang penduduknya masih kumuh, miskin, masih jauh dari peradaban, terbatasnya pendidikan, dan kriminalitas. Negara yang berkembang seharusnya sudah bisa memberantas hal seperti itu dengan perubahan-perubahan yang primordial(mendasar). Memperbaiki hal – hal tersebut memang harus ada proses, dimulai dari pemerintah melihat realita yang sedang terjadi di masyarakat saat itu. Realita rakyat pada saat ini sedang kurang perhatian dari pemerintah. Apakah para pimpinan hanya menjanjikan rakyat menjadi makmur secara menyeluruh? Pasti rakyat sendiri yang bisa menjawab.

Negara yang sudah bisa menjadikan rakyatnya makmur adalah Negara yang bebas dari praktek – praktek kecurangan dalam berpolitik atau bisa juga disebut dalam mengatur Negara. Untuk mengatur Negara harus dijauhkan dari sistem perpolitikan kapitalis yang menyengsarakan rakyat yang telah diperjuangkan semasa kemerdekaan. Politik memang bagus dalam mengatur negara ini, namun politik yang liar dan jauh dari landasan Agama sangat menghancurkan sistem negara tersebut yang telah mengindahkan sistem negaranya yang adil dan makmur. Bukan hanya menginginkan sebuah jabatan kekuasaan dan kursi – kursi kepemimpinan.

Pada zaman pemerintahan Rasul, negara arab maju pesat dan rakyatnya makmur. Mereka merasa ada suatu kenyamanan dalam menjalani kehidupan bemegara. Tidak ada kecurangan dalam sistem pemerintahan rasul. Sistem demokrasi atau yang disebut musyawarah sering diadakan setiap kali akan menjalani prosesi pergantian pemimpin.Nabi sendiri memilih untuk musyawarah telebih dahulu siapakah calon yang pantas melanjutkan kepemimpinannya nanti. Berbeda dengan zaman demokrasi sekarang yang menggunakan komunikasi politiknya dengan mengindahkan KKN, atau lebih padunya suap menyuap kepada rakyat yang akan diperjuangkan, bahkan rakyatpun tidak mengerti apakah calon pemimpin yang akan mendudduki kursi kepemimpinan memiliki moral tauhid untuk sebagai landasan kepemimpinannya, itu jelas diluar sepengetahuan rakyat.







Dalam surat Al – Baqarah 213:

Artinya: Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

Jadi setiap negara itu selalu memiliki seorang pemimpin yang selalu memberikan perubahan dalam setiap langkahnya dalam memerintah bangsanya agar bangsa tersebut jauh dari keterpurukan yang berkepanjangan, hingga rakyat sudah tidak menjadi korban perpolitikan oleh oknum – oknum tidak bertanggung jawab yang mementingkan hawa nafsunya dalam memerintah bangsanya.

Di negara yang sedang berkembang maupun yang berkembang, ahir – akhir ini mereka memberikan suatu prestasi buruk dalam kancah perpolitikan. Dari tahun ketahun selalu muncul kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Yang sering Nampak di media yaitu kasus korupsi yang sedang membudaya. Budaya ini juga ditengarai akibat kelalaian dari pihak negara sendiri yang tidak bisa meneliti atau menindaklanjuti kasus-kasus tersebut, hingga sampai tak terkendali. Kesadaran pihak negara sangat minim dalam mengatur pemerintahan. Padahal jabatan mereka sudah berada pada puncak titik aman. Mereka masih bisa menghidupi keluarganya sampai ketujuh turunan, dan masih mampu hidup dengan nyaman. Merekka masih bisa menyekolahkan anaknya sampai kejenjang perguruan tinggi. Berbeda dengan kaum-kaum faqir - miskin(pinggiran) yang hidupnya serba kekurangan dan tidak memiliki tempat tinggal yang layak pakai. Mereka merengek-rengek ingin mendapat keadilan dari negara, namun mereka bersikap apatis (acuh tak acuh) kepada rakyatnya sendiri yang sudah rela memilih dia menduduki kursi empuk pejabat negara.

Mereka yang sudah terpilih menjadi pejabat memang memiliki kekuasaan kuat untuk memimpin bangsanya. Masih bisa bersenang-senang terhadap rakyatnya yang terpuruk dalam tingkah laku para pemimpin yang seenaknya sendiri membuat kebijakan yang sebenamya tidak satupun memberlakukan rakyatnya seperti layaknya saudara sendiri. Mereka lebih suka menghabiskan uang dari hasil kerja kerasnya yang telah ia capai daripada menjadikan rakyatnya makmur dan penuh kedamaian. Mengapa mereka melakukan hal tersebut? Karena dunialah yang telah membuat mereka (para pejabat) lupa kepada hari akhir, dimana mereka sudah tidak memiliki hak dan kewajiban mengatur bangsa lagi. Dunia yang fana ini yang melenakan mereka untuk selalu mengingat perjuangan para pendahulunya yang telah memperjuangkan negaranya sendiri dari serbuan penjajah.

Korupsilah yang menjadi puncak dari masalah yang dihadapi oleh masyarakat itu sendiri. Seperti misal di daerah A. Daerah A ini akan dibangun sebuah pasar tradisional yang nantinya memiliki tujuan agar ekonomi rakyat dapat terbantu. Supaya jumlah pengangguran dapat teratasi. Dan akhimya daerah A tersebut dapat menjadi daerah yang mandiri. Jauh dari kemiskinan dan keterpurukan. Dan juga seperti sekolah gratis, dari sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ini akan membuat negara ini maju dalam beberapa sektor. Dengan adanya sekolah gratis anak-anak yang sering mengamen di jalanan dapat terbantu mengatasi kebodohan dan mental pengemisnya bisa dibuang jauh.

Namun apa gerangan yang terjadi apabila rencana – rencana tadi dianggarkan 1 Milyar dan merata kesetiap progam tersebut? Pastilah makmur negara ini dan jauh dari keterpurukan yang bertubi – tubi sedang melanda. Akan tetapi jauh dari angan – angan setiap rakyatnya yang merindukan kebikajan – kebijakan dari pemerintah yang peduli rakyatnya sendiri. Mereka lebih mementingkan sifat keegoisannya sendiri dan akhimya uang yang dianggarkan itu diambil secara kasap mata dan para oknum pelindung negara sendiri tidak mengetahui dikarenakan mereka (para pejabat) menyuap layaknya yang disuap akan diam seribu bahasa untuk menyembunyikan rahasia dibalik keBiadaban sang pejabat korup tersebut.

Kondisi seperti ini kalau tetap saja tidak berubah maka negara itu akan hancur dengan sendirinya. Di negara seperti Indonesia contohnya. Negara ini tercatat sebagai negara terkorup ke – 3 di seluruh dunia. Betapa tragisnya negara yang telah diperjuangkan selama 3,5 abad memiliki rasa/sifat buruk yang tertanam kepada para pemimpinnya. Pasti ada sebuah rahasia di balik keburukan atau black list dari negara itu sendiri.



Dalam buku History of Java karya Thomas Stanford Raffles (Gubemur Jenderal Inggris yang memerintah Pulau Jawa tahun 1811-1816), terbit pertama tahun 1816 mendapat sambutan yang "luar biasa" baik di kalangan bangsawan lokal atau pribumi Jawa maupun bangsa Barat. Buku tersebut sangat luas memaparkan aspek budaya meliputi situasi geografi, nama-nama daerah, pelabuhan, gunung, sungai, danau, iklim, kandungan mineral, flora dan fauna, karakter dan komposisi penduduk, pengaruh budaya asing dan lain-lain. Hal menarik dalam buku itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk Jawa digambarkan sangat "nrimo" atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak lain, mempunyai keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang, suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di kala orang lain tidak mengetahui. Hal menarik lainnya adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak (abdi dalem) yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku oportunis. Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung, dihormati, dihargai dan tidak suka menerima kritik dan saran. Kritik dan saran yang disampaikan di muka umum lebih dip`ndang sebagai tantangan atau perlawanan terhadap kekuasaannya. Oleh karena itu budaya kekuasaan di Nusantara (khususnya Jawa) cenderung otoriter. Daiam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Rakyat umumnya "dibiarkan" miskin, tertindas, tunduk dan harus menuruti apa kata, kemauan atau kehendak "penguasa". Budaya yang sangat tertutup dan penuh "keculasan" itu turut menyuburkan "budaya korupsi" di Nusantara. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan "korup" dalam mengambil "upeti" (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh Demang akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdidalem di Katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga mengkorup (walaupun sedikit) harta yang akan diserahkan kepada Raja atau Sultan. Alasan mereka dapat mengkorup, karena satuan hitung belum ada yang standar, di samping rincian barang-barang yang pantas dikenai pajak juga masih kabur. Sebagai contoh, upeti dikenakan untuk hasil-hasil pertanian seperti Kelapa, Padi, dan Kopi. Namun ukuran dan standar upeti di beberapa daerah juga berbeda-beda baik satuan barang, volume dan beratnya, apalagi harganya. Beberapa alasan itulah yang mendorong atau menye-babkan para pengumpul pajak cenderung berperilaku "memaksa" rakyat kecil, di pihak lain menambah "beban" kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi yang harus diserahkan. Kebiasaan mengambil "upeti" dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 - 1942) minus Zaman Inggris (1811 - 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825 -1830), Imam Bonjol (1821 - 1837), Aceh (1873 - 1904) dan lain-lain. Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem "Cuituur Stelsel (CS)" yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan.

Walaupun tujuan utama sistem itu adalah membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan.[1]

Dari kutipan diatas lalu, bagaimanakah bangsa ini berterima kasih kepada rakyatnya yang sudah berusaha memajukan bangsanya sendiri menjadi berkembang maju. Pasti sangat sulit untuk merubah paradigm yang sudah terlanjur membudaya menjadi suatu kebiasaan yang tidak bida ditinggalkan. Perlua adanya sebuah tindak lanjut dari pemerintah itu sendiri. Memang salah satu pokok permasalahan itu pasti memiliki akarnya. Bila suatu negara itu mundur dalam segi pembangunan, kemungkinan terbesar pasti tersendat pada anggaran dasar negara yang sempat dhmanipulasi oleh pihak tidak bertanggung jawab dalam memajukan negaranya. Seharusnya korupsi di dunia ini dihapus. Terlebih di negara Indonesia ini yang kasusnya sangat menumpuk sampai tidak terkendali.

Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairat



(Makalah for DIKPOLNAS)

[1] Sejarah Korupsi di Indonesia, Rahayu Amin, SS. http/www.amanahonline.blogspot.com
Sampaikan artikel ini ke orang lain :

0 komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum wr. wb

SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH KOMISARIAT PELOPOR UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. IMM Komisariat Pelopor UIN Maliki Malang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger