IMM, dari awal berdirinya hingga sekarang ini, masih menisbahkan diri sebagai anak Organisasi Islam tertua di Indonesia yaitu Muhammadiyah. Sang Bapak yang kini telah berusia satu Abad lebih itu, telah menorehkan teks-teks monumental berupa amal usaha yang disadari atau tidak telah menjadi denyut nadi kehidupan Bangsa ini. Sang bapak telah memberikan kontribusi positif yang bahkan –bisa dikatakan—turut andil dalam mensukseskan agenda kemanusiaan di negeri ini.
Melihat kebesaran Sang Bapak, yang diusianya telah mencapai satu abad lebih itu. Tentunya menimbulkan inspirasi bagi kader-kader muda Muhammadiyah yang kini berafiliasi di Ikatan. Bagaimanapun juga, Muhammadiyah dalam gerakannya sangat sensitive dan berhati-hati dengan masalah politik. Itu dikarenakan, Muhammadiyah telah ada jauh sebelum Bangsa yang bernama Indonesia ini terbentuk. Muhammadiyah, tanpa harus bergabung menjadi bagian dari partai politik, telah menjelma menjadi kekuatan politik yang besar dengan amal usahanya. Ini menunjukkan jika eksistensi sebuah Organisasi tidak harus ditentukan oleh dengan siapa dia beroposisi dengan partai politik.
Hal itu patut menjadi wacana besar bagi kader-kader muda Muhammadiyah. IMM, sebagai Organisasi Otonom Muhammadiyah harus mewarisi jiwa-jiwa seperti itu. Jiwa untuk membangun dan menjadi denyut nadi kehidupan. Orientasi harus bersifat lebih luas dengan tidak terpaku pada satu factor saja. IMM, dalam praksis Gerakannya harus kembali meneguhkan eksistensi tri kompetensi dasar sebagai Inspirasi sekaligus motor Gerakan.
Hal itu bertatutan dengan eksistensi Muhammadiyah. Misalkan dalam bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi dan lain sebagainya. Dalam bidang Pendidikan, Muhammadiyah telah membangun 1.176 Sekolah Dasar (SD), 1.428 MI/MD, 1.188 SMP, 534 MTs, 515 SMA, 278 SMK, 172 MA, 71 SLB dan 151 Perguruan Tinggi[1] jumlah itu belum termasuk yang dibawah naungan Aisyiyah. Aisyiyah sendiri memiliki 11 Perguruan Tinggi dan 2.289 TK ABA.
Dalam bidang Kesehatan, Muhammadiyah memiliki 775 rumah sakit dan panti asuhan. Belum lagi jumlah koperasi, BMT, ataupun lembaga-lembaga yang lainnya. Dari jumlah sekian itu, tentu Muhammadiyah memiliki andil yang sangat besar terhadap Bangsa ini. Muhammadiyah, menjadi salah satu denyut jantung perekonomian Bangsa. Bayangkan, berapa kira-kira orang yang bekerja, belajar, hingga berobat pada Amal Usaha Muhammadiyah itu. Dan andai Muhammadiyah secara serempak menghentikan Gerakannya, berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan, pendidikan, bahkan tidak mampu berobat. Tentu kontribusi besar ini harus tetap di pertahankan.
Lalu bagaimana dengan IMM? Sebagai Organisasi Otonom yang berbasis di kampus tentunya perlu merumuskan arah Gerakan yang sesuai dengan cita-cita Muhammadiyah. IMM harus menjadi Organisasi yang memiliki kontribusi positif dan menjadi denyut nadi kampus. Karena itulah yang tertuang dalam AD/ART bab II pasal 6 yang menjelaskan tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
IMM, yang secara desain geakan telah memiliki Tri kompetensi dasar yaitu Intelektualitas, Religiusitas, dan Humanitas dan Jargon andalannya Anggun dalam Moral dan Unggul dalam Intelektual, perlu kembali merumuskan dan meneguhkan arah Gerakan yang lebih berpihak pada nilai-nilai kemanusian. IMM, sebagaimana Muhammadiyah harus memili kontribusi positif dan mampu menjadi denyut nadi kehidupan. Tentunya dalam konteks yang berlainan.
Seperti cotoh, IMM harus mampu menyusun agenda-agenda yang bermanfaat. Agenda-agenda yang memiliki kontribusi positif terhadap kampus. Selain itu, IMM harus memiliki arah gerakan yang memiliki nilai-nilai keberpihakan. Keberpihakan dalam meneguhkan kembali eksistensi ilmu (Intelektualitas), Religiusitas, serta Humanitas. IMM minimal harus menyusun progam yang memiliki nilai-nilai kebermanfaatan. Maka, kehadiran IMM dikampus, entah kampus manapun harusnya menjadi ekspektasi , kehadiran IMM dikampus, entah kampus manapun harusnya menjadi ekspektasi jangka panjang dan juga sekaligus sebagai Investasi keberadaban.
IMM, harus menjadikan Gerakannya sebagai Pembeda (furqon). Menjadikan manhaj Keagamaan (Religiusitas) sebagai spirit Dakwah, bukan semata kekuasaan. Menjadikan Intelektualitas sebagai modal membangun kearifan, bukan menghianati kehidupan, dan Humanitas sebagai upaya mengajak untuk kebaikan. Moment 48 Tahun IMM ini, tentunya menjadi moment untuk merefleksikan arah Gerakan IMM selama ini.
Jika halnya Muhammadiyah –tanpa Politik—mampu membangun negeri dan Berkontribusi, tentunya hal ini juga harusnya dipahami oleh kader-kader IMM. Politik terlalu sempit dan picik untuk menampung kebesaran Muhammadiyah ataupun IMM. Maka, perlu adanya re-orientasi Gerakan. Karena selama ini, di PTM atau kampus-kampus yang disana terdapat Organisasi IMM, Sebagian arah Gerakannya hanya terfokus untuk bagaimana menguasahi dan memenangkan pertarungan politik. Sehingga, banyak menimbulkan stagnansi Dakwah dan kontribusi positif, meski memiliki jumlah kader yang sekian banyak.
Maka, 48 tahun IMM patut menjadi refleksi untuk kembali merumuskan arah Gerakan IMM. Agar kehadiran IMM, menjadi Ekspektasi Kampus dan Investasi Jangka Panjang. IMM diusianya yang kian dewasa ini, harus mampu menjadi cermin Kearifan dan Gerakannya mampu menjadi oase, ditengah kegersangan moral dan Matinya Eksistensi Intelektulitas Sejati. Wallohu’alam
For 48 Tahun IMM
By: Komisariat Pelopor UIN Maliki Malang
0 komentar:
Posting Komentar